Pemerintah Daerah kembali menampakkan kezalimannya terhadap jamaah Ahmadiyah. Masjid An Nur, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, yang dikelola jemaat Ahmadiyah sejak tahun 1980-an disegel Pemerintah Kota Administratif Jakarta Selatan pada Rabu (8/7).
Kepala Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Selatan, Syukria yang menyaksikan proses penyegelan menyebutkan alasan mengapa Masjid An Nur itu disegel. “Bangunan ini disegel sesuai Perda 7 tahun 2007 tentang penyalahgunaan fungsi rumah tinggal,” katanya seperti dikutip poskotanews.com.
Sementara Camat Tebet, Mahludin menjelaskan sebelum disegel, petugas sudah melayangkan dua kali surat peringatan (SP) yakni pertama bernomor 1125/-1 7581 tanggal 30 Juni 2015 dan SP II Nomor 1143/-1 758 1 tanggal 3 Juli 2015. Berdasarkan surat Penyegelan No 1185/-1.758.1 belasan aparat Pemkot Jakarta Selatan dikerahkan untuk menyegel pusat aktivitas Jemaat Ahmadiyah Bukit Duri itu.
Imbas dari penyegelan itu, Jumat lalu (10/7) jemaat Ahmadiyah kesulitan melaksanakan Salat Jumat di Masjid An Nur. Sekelompok orang tampak berjaga-jaga di depan Masjid An Nur dan mengusir jemaah Ahmadiyah yang datang untuk melaksanakan Salat Jumat. Tak terlihat ada aparat kepolisian berseragam yang bertugas di lapangan.
Sempat terjadi perdebatan panjang antara salah satu dari kelompok intoleran itu dengan Andang Budi Satria, Komisi Hukum Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Namun, untuk menghindari bentrokan, jemaah Ahmadiyah urung melaksanakan Salat Jumat di Masjid An Nur.
Penyegelan Masjid An Nur menambah daftar panjang masjid Ahmadiyah yang disegel pemerintah daerah. Hingga kini, total ada tujuh masjid Ahmadiyah yang disegel dan dipastikan tidak bisa digunakan untuk kegiatan ibadah. Lembaga pemantau kebebasan beragama, Setara Institute mencatat ada enam masjid Ahmadiyah yang telah disegel sebelumnya.
“(1) Masjid Istiqomah Jl. Raya Batu Lawang No. 63 Tanjung Sukur Kota Banjar. (2) Masjid Al-Furqon yang dibangun Jemaat Ahmadiyah Desa Kersamaju, Kecamatan Cigalontang, Kabupaten Tasikmalaya, (3) Masjid Mahmud di Jl. Raya Timur Singaparna Desa Cipakat Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. (4) Masjid Basyarat di Kampung Sukajaya Desa Sukapura Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya. (5) Mesjid Bukit Duri Tanjakan, Jakarta Selatan. (6) Masjid Duren Sawit, Jakarta Timur,” tulis Setara Institute dalam siaran persnya pada Rabu (17/6).
Ditekan FPI?
Hampir sulit untuk dibantah ada andil dari Front Pembela Islam (FPI) terhadap penyegelan Masjid An Nur, Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Administratif Jakarta Selatan. Sebab sejak pertengahan Juni lalu, FPI menolak keberadaan aktivitas jemaat Ahmadiyah Bukit Duri di Masjid An Nur. (baca: Kasus Pelarangan Shalat Jumat di Bukit Duri)
Seperti diketahui, pada Jumat (12/6) sekelompok orang dan anggota Front Pembela Islam (FPI) menghalang-halangi jemaat Ahmadiyah Bukit Duri untuk menunaikan salat Jumat di Masjid An Nur. Kelompok intoleran itu melarang jemaat Ahmadiyah untuk salat Jumat di dalam masjid. Karena terus dihalangi dan tidak ingin terjadi bentrokan, jemaat Ahmadiyah terpaksa menunaikan salat Jumat di tengah jalan, di depan masjid An Nur.
Motor kelompok intoleran itu adalah Ahmad Syakir, salah satu ustad setempat. Dialah yang memprovokasi warga untuk menolak keberadaan jemaat Ahmadiyah di Bukit Duri, tak peduli jemaat Ahmadiyah sudah melakukan banyak hal positif bagi warga Bukit Duri.
Syakir yang juga salah satu pengurus Masjid Assalafiyah, kurang lebih 30 meter dari Masjid An Nur, kerap menggunakan kekuasaannya itu untuk mempengaruhi warga, khususnya umat Islam agar berpandangan negatif terhadap jemaat Ahmadiyah melalui pengumuman sebelum khutbah dan mimbar khutbah Jumat.
Tak cukup sampai di situ. Syakir dan pengikutnya juga melarang seluruh aktivitas jemaat Ahmadiyah di masjid An Nur, mulai dari forum kajian, rapat-rapat, hingga salat lima waktu.
Lusanya (14/6) masa yang mendatangi masjid An Nur lebih banyak lagi. Mereka umumnya anggota dan simpatisan FPI. Segelintir warga yang alregi dengan jemaat Ahmadiyah juga ikut bergabung dalam kelompok intoleran itu. Pada intinya, mereka menginginkan jemaat Ahmadiyah pergi dari Bukit Duri.
Dalam kesempatan itu, hadir Ketua DPD Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Salim Al Attas atau Selon dan menyampaikan orasinya. Dia mendesak pemerintah segera membubarkan Ahmadiyah.
Yang mengundang Selon pada kesempatan itu tak lain adalah Syakir. Dan diketahu Syakir adalah murid dari salah satu petinggi FPI yang pailng menolak keras keberadaan Ahmadiyah di Indonesia itu. Selon juga sering menyampaikan ujaran kebencian terhadap Ahmadiyah.
Tak Surut ke Belakang
Terkait penyegelan Masjid An Nur, Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) menggelar konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada Jumat (10/7). Pada kesempatan itu, ada lima poin yang disampaikan Yendra Budiana, Jubir PB JAI.
Menurut Yendra penyegelan itu tidak mengindahkan hak beribadah yang adalah hak mutlak yang dimiliki manusia dan siapapun tidak ada yang bisa melarangnya. Ini selaras dengan sikap negara bahwa pemerintah menjamin kebebasan beragama berdasarkan konstitusi untuk seluruh warganya tanpa kecuali.
“Mendukung sikap dan pernyataan Komnas HAM bahwa pemerintah kota Jakarta Selatan seharusnya minimal memberikan jaminan hak-hak beribadah bagi warganya yang dilindungi oleh negara dan konsitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Yendra membaca poin ketiga.
Yendra juga meminta sikap tegas Gubernur DKI Jakarta dalam memastikan sikap seluruh aparat pemerintah di wilayah DKI Jakarta untuk tidak menghalangi hak hak warganya dalam beribadah sesuai agama dan keyakinannya masing masing dan bersikap secara adil sebagai pejabat publik dalam pemenuhan hak hak warganya.
Terakhir, permintaan juga ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia. Presiden diminta kepedulian dan komitmennya dalam menjalankan konstitusi tentang kebebasan beragama sebagaimana tertuang pula dalam Nawacita Presiden Jokowi poin 1 (pertama) bahwa Negara akan hadir dalam melindungi dan memberi rasa aman bagi seluruh warganya.
Aktivis Human Right Watch, Andreas Harsono menyayangkan tindakan Pemerintah Provinsi DKI yang menyegel masjid Ahmadiyah di Bukit Duri, Tebet Jakarta Selatan. Kata dia, penyegelan yang mempersoalkan pendirian rumah ibadah sama sekali tidak berdasar.
Sebab menurutnya, peraturan itu baru dibuat 2006, sementara bangunan tersebut sudah berdiri sejak 1970. Dia mengaku sudah mengubungi Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama melalui pesan singkat dan menunggu langkah konkretnya.
“Peraturan itu berlaku surut. Pertama aturan itu bersifat diskriminatif, hukum itu tidak bisa diberlakukan sama terhadap rumah ibadah. Ini dilakukan di bawah Gubernur yang liberal, dalam hal kebebasan beragama,” ujarnya seperti dikutip portalkbr.com pada Rabu (8/7). (Irwan Amrizal)
Sumber Berita: http://www.madinaonline.id/s5-review/penyegelan-masjid-ahmadiyah-bukit-duri-tidak-berdasar/