Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Perebutan Tafsir Kebebasan di Ruang Publik

by Daniel Awigra
29/02/2012
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Awigra*

Publik terbelah posisinya ketika merespon wacana pembubaran Front Pembela Islam (FPI). Terlebih, pasca aksi pengusiran sejumlah pengurus pusat FPI oleh masyarakat Dayak di Pangkaraya, Kalimantan Tengah, (11/2) ditambah aksi massa gerakan Indonesia tanpa FPI di Bundaran HI (14/2) baru-baru ini. Mengingat, semangat pembubaran bisa berbenturan dengan semangat kebebasan berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh konstitusi.

Pertanyaannya, jika terbukti ada kelompok yang jelas-jelas memiliki rekam jejak (track record) panjang melakukan berbagai tindak kekerasan, apakah atas nama kebebasan, mereka tidak bisa dibubarkan? Di titik ini, terjadi pertempuran wacana yang sengit tentang hakikat kebebasan di ruang publik.

Di satu sisi, ormas anarkis kerap dengan dalih tafsir moral keagamaan tertentu merasa bebas memaksakan keyakinannya dan kebenarannya kepada publik yang belum tentu setuju dengan cara-cara kekerasan. Di sisi lain, orang-orang yang mengecam aksi-aksi kekerasan yang dilakukan FPI dan sampai pada tahap ingin membubarkan FPI, memiliki argumen bahwa kebebasan mereka selama ini dibelenggu, dan tak jarang diintimidasi oleh ormas anarkis.

Di titik ini, Isaiah Berlin dengan jeli pernah mendefinisikan tentang kebebasan. Berlin, mendefinisikan kebebasan dalam dua arti; positif dan negatif. Pertama, kebebasan positif adalah kebebasan untuk (freedom to), dan yang kedua kebebeasan negatif yaitu kebebasan dari (freedom from). Dari Berlin, kita bisa mengiris persoalan secara lebih cermat.

Dengan argumen tafsir sepihak moral keagamaan tertentu, apakah seseorang atau sekelompok orang bisa bebas untuk melakukan apa saja, termasuk melakukan sweeping, pembakaran, penghancuran, dan bahkan pembunuhan? Tentu saja makna kebebasan untuk (freedom to) ini harus dipertanyakan. Apakah hal itu adalah esensi dari kebebasan?

Sementara, massa aksi yang terus bergerak meski dalam bayang-bayang diserang, sudah berada pada titik nadir kesadaran yang jenuh, muak, dan jengkel dengan intimidasi dari aksi-aksi FPI. Perlu diketahui, gerakan Indonesia tanpa FPI melakukan aksi damai di bawah ancaman penyerangan dan dihantui perasaan tidak aman karena ada pernyataan polisi di lapangan yang mau lepas tanggung jawab jika terjadi serangan oleh FPI. Dan benar, koordinator lapangan dalam aksi itu menjadi target serangan oleh beberapa orang yang pada akhirnya terbukti sebagai anggota FPI.

Previous Post

Unjuk Rasa Anti FPI Berlangsung Damai

Next Post

Kado Valentine

Daniel Awigra

Daniel Awigra

Daniel Awigra is a human rights activist and currently serves as the Deputy Director of the HRWG – Indonesia’s NGO Coalition for the International Human Rights Advocacy, an umbrella group of Indonesian civil society that has advocated for greater ASEAN integration for the past several years. More recently, he is one of the members of Indonesia’s Green Party (Partai Hijau Indonesia; www.hijau.org), a new political party which brings the environmental protection, anti-corruption and human rights as the main agenda. He co-founded the Journalist Association for Diversity (SEJUK) in 2008. He holds an MSc in International Relations from the University of Indonesia.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post

Kado Valentine

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 7 Alasan Mengapa LGBT Diterima Gereja Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In