Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

LGBT dan Kesetaraan Gender bukan dari Barat, tetapi Tumbuh dalam Budaya Nusantara

by Redaksi
27/04/2018
in Uncategorized
Reading Time: 3min read
LGBT dan Kesetaraan Gender bukan dari Barat, tetapi Tumbuh dalam Budaya Nusantara
Share on FacebookShare on Twitter

Naila Rizqi Zakiah dalam forum perdana Ngobrolin Indonesia (21/4/2018)

Masyarakat Indonesia sudah sejak lama mengakui keberagaman gender. Banyak praktek budaya di nusantara yang menghormati keberadaan gender yang berbeda-beda.

Hal tersebut disampaikan aktivis gender LBH Masyarakat Naila Rizqi Zakiah dalam diskusi dan peluncuran dua wadah dialog lintas generasi dan sektor, Ngobrolin Indonesia dan Perempuan Peduli Kebinekaan dan Keadilan (PPKK), Sabtu lalu (21/4) di Atterine Jakarta.

Untuk itulah di hadapan sekitar seratusan peserta diskusi Naila mencoba membongkar kesalahan-kesalahan yang terus dikembangkan di masyarakat dan sejatinya lebih berupa tuduhan dari banyak pihak yang menyatakan bahwa prinsip dan perjuangan feminimisme tidak ada dalam agama tertentu atau kalaupun ada tetapi itu dianggap bukan merupakan budaya Indonesia, melainkan hasil dari konspirasi Yahudi yang juga dicampur-adukkan dengan budaya Barat, dan seterusnya.

“Perjuangan feminisme dan LGBT bukan dari Barat. Jadi perjuangan kesetaraan gender itu bukan gagasan yang dijajah dari luar,” tegas Naila sambil memaparkan fakta dan praktek keberagaman gender di nusantara seperti di Bugis, di mana masyarakat mengakui dan menghormati lima jenis gender: Makunrai (perempuan), oroane (lak-laki), calabai (laki-laki yang perempuan), calalai (perempuan yang seperti laki-laki), dan bissu (kombinasi dari semua jenis kelamin) yang sangat dihormati.

Karena itu ia mendorong publik dan pemerintah agar tidak lagi menolerir perlakuan untuk menjadikan manusia sebagai warga kelas dua di Indonesia dengan praktik-praktik diskriminatif berdasarkan perbedaan gender dan orientasi seksual.  

Tim Ngobrolin Indonesia, di antaranya Anindita Sitepu  (tengah) dan Anindya Restuviani (paling kanan)

Dalam rangka memperingati Hari Kartini dengan mengambil tema besar diskusi “Indonesia di tahun 2030”, kepedulian tentang kesetaraan gender pada saat ini menjadi tantangan yang membutuhkan lebih banyak perhatian. Tantangan ini memerlukan keterlibatan bukan hanya dari satu golongan tertentu, tetapi rasa peduli terhadap hak dan peran perempuan di segala bidang sudah harus menjadi pembahasan kaum milenial, dari perempuan maupun laki-laki. Karena kesetaraan gender sangat membutuhkan perhatian dari masyarakat itulah, maka perlu adanya ruang-ruang untuk mengembangkan pemahaman yang sesungguhnya perihal “peran gender” supaya masyarakat dapat sepenuhnya menghormati.

Berbagai ide dan harapan tersebut muncul dan beberapa menjadi tujuan dari digelarnya dialog lintas generasi dan sektor untuk kebinekaan yang merupakan kegiatan perdana Ngobrolin Indonesia dengan Perempuan Peduli Kebinekaan dan Keadilan (PPKK). Ruang hangat Sabtu sore itu juga mengungkap fakta-fakta di sekitar tentang masih rendahnya pandangan terhadap peran perempuan berdasarkan pengalaman, persepektif, dan hasil tinjauan.

“Apabila ada 2 orang yang memiliki jabatan sama dan dalam pekerjaan yang sama pula, yaitu laki-laki dan perempuan, tetapi gaji laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Saya pernah merasakannya sendiri”, ungkap Anindya Restuviani yang merupakan Co-Director Hollaback! Jakarta.

Kartini Sjahrir (kiri) dan Anindita Sitepu (kanan) memperkenalkan Ngobrolin Indonesia dan Perempuan Peduli Kebinekaan dan Keadilan (PPKK)

Salah satu inisiator Ngobrolin Indonesia Anindita Sitepu menjabarkan tema dialog kali ini dengan menekankan pentingnya seluruh elemen masyarakat Indonesia agar bersama-sama menatap masa depan bangsa ini yang menghargai kebinekaan .

“Target Sustainable Development Goals tahun 2030 mengingatkan Indonesia pada agenda pembangunan yang sudah disepakati global, tidak ada satu golongan, ras, suku pun yang boleh didiskriminasi atau tidak mendapatkan haknya terhadap pembangunan yang setara”, kata perempuan yang akrab disapa Nindi.

Dr. Nurmala Kartini Sjahrir selaku Dewan Penasihat ASEAN Insitute for Peace and Reconciliation dan juga merupakan wakil dari PPKK berharap generasi muda semakin aktif dalam membuat ruang-ruang yang lebih luas untuk berkomunikasi mengenai pemahaman pentingnya nilai-nilai kebinekaan.

Sebab, menurut Kartini Sjahrir, keterlibatan generasi muda dalam setiap langkah bangsa bersama generasi-generasi sebelum mereka akan berdampak pada saling menguatkan pemahaman isu kebinekaan dan keadilan. Dengan begitu, masyarakat Indonesia bisa tetap saling menghormati tanpa mempersoalkan perbedaan yang ada.

Henny Supolo yang aktif dalam mengembangkan program-program untuk para guru dalam menghidupkan semangat kebinekaan dalam kesempatan yang sama juga ikut menyampaikan pesan-pesan reflektif. Henny Supolo mengingatkan bahwa kekurangan rasa menghargai terhadap kebinekaan disebabkan karena terlalu banyak bicara dan sangat kurang mendengar. Maka, sebagai para pejuang kebinekaan (yang hadir dalam acara ini) seharusnya lebih banyak mendengarkan mulai dari hal kesetaraan gender, keadilan kaum minoritas, dan lain-lain, karena banyak orang yang bukan tidak mau tetapi karena tidak tahu.[]

Dilaporkan: Sherin Vania Angjaya

Editor: Thowik SEJUK

Tags: #Bissu#Indonesia2030#Kartini#LGBT#NgobrolinIndonesia#PerempuanPeduliKebinekaanDanKeadilan(PPKK)#SustainableDevelopmentGoals
Previous Post

Indonesia 2030 pun Dibincang Lintas Generasi demi Teguhkan Toleransi

Next Post

Amnesty International: Penjara 5 Tahun atas Alnoldy Bahari Bertolak Belakang dengan Komitmen Pemerintah Indonesia

Redaksi

Redaksi

Journalists Association for Diversity (SEJUK) is an organization formed by journalists, activists, and writers to encourage the creation of society, with the support of the mass media, to respects, protects, and maintains diversity as part of the defense of human rights. SEJUK actively promotes perspectives of pluralism, human rights, gender, and diversity of sexuality to revive peaceful journalism. The aim is to spread issues of diversity in religion/belief, ethnicity, gender, and sexual orientation as well as other minority groups.

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
Amnesty International: Penjara 5 Tahun atas Alnoldy Bahari Bertolak Belakang dengan Komitmen Pemerintah Indonesia

Amnesty International: Penjara 5 Tahun atas Alnoldy Bahari Bertolak Belakang dengan Komitmen Pemerintah Indonesia

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In