JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekitar 100 jemaat GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Bekasi pada Minggu (5/1) kembali beribadah di seberang Istana Merdeka. Mereka terus meminta kepedulian pemerintah pusat atas penutupan gereja-gerejanya oleh pemda setempat akibat tekanan kelompok Muslim garis keras.
Ibadah kali ini bertepatan dengan perayaan Hari Kerukunan Nasional (HKN) pada 3 Januari 2014 yang telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Juru bicara GKI Yasmin mengatakan bahwa pencanangan HKN oleh Presiden SBY tidak memiliki arti apa-apa dan hanya upacara kosong.
“Entah apa makna (peringatan) Hari Kerukunan Nasional, bagi kami jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia, dan bagi teman-teman muslim Ahmadiyah, Syiah, dan para Penghayat,” Kata Bona Sigalingging juru bicara GKI Yasmin.
“Bagi kami yang masih terus didiskriminasi dan Presiden RI diam saja, maka peringatan Hari Kerukunan ini tidak lebih dari sebuah upacara kosong para pejabat, saat yang sama mereka membiarkan kelompok intoleran berkeliaran, menyebar teror atas nama agama pada kami yg dianggap minoritas,” demikian kata Bona pada satuharapan.com.
Jemaat GKI Yasmin di Bogor dan jemaat HKBP Filedelfia Bekasi, sejak tahun 2012, melaksanakan ibadah di seberang Istana Merdeka, setiap dua minggu, seolah tanpa kenal lelah. Ibadah ini dimaksudkan untuk menggugah perhatian Presiden SBY, setelah kedua jemaat mendapatkan putusan hukum atas Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) gedung gerejanya, namun tetap saja tidak dapat membangun dan beribadah. Putusan hukum telah didapatkan dari Mahkamah Agung dan bagi jemaat GKI Yasmin Bogor, diperkuat dengan rekomendasi Ombudsman RI. Namun, baik Walikota Bogor dan Bupati Bekasi tak juga membuka segel gedung gereja mereka.
Bona Sigalingging menegaskan bahwa bagi para korban pelanggaran kebebasan beragama dan beribadah, Hari Kerukunan Nasional tidak ubahnya seperti peringatan hari kompromi antara Negara dengan kelompok intoleran. Buktinya, kelompok intoleran bebas menebar teror dan tidak pernah ada proses hukum yang tegas pada mereka.
“Bahkan, Wali Kota Bogor tunduk, Bupati Bekasi tunduk, dan Presiden RI tunduk (kepada kelompok intoleran)”, kata Bona Sigalingging.
Campur Tangan Tuhan
Kebaktian di seberang Istana pada Minggu pertama di tahun 2014, dipimpin oleh Pendeta Margie Ririhena De Wana dari Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB). Pendeta Margie mengambil tema khotbah sebagaimana yang dipakai oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), yakni, “Campur Tangan Tuhan dalam Kehidupan”, mengambil ayat Alkitab dari Yeremia 31.
Dalam kotbahnya, Pendeta Margie mengingatkan jemaat bahwa, misi Allah akan terus berlangsung, indah atau tidak, bahkan dalam tekanan, misi Allah akan tetap bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi semua tanpa kecuali, termasuk melalui pembuangan yang dialami GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia.
“Ibadah yang dilakukan kedua jemaat gereja ini adalah sebuah perjuangan menyuarakan keadilan dan kebenaran dengan pilihan yang tetap beradab. Walaupun banyak gereja lain baru akan peduli ketika mereka mengalami masalah yang sama, karena itu perjuangan seperti ini harus dilakukan bersama dengan gereja lain dan kelompok lintas agama,” kata Pendeta Margie.
Di tahun baru 2014, dia berharap akan ada banyak solidaritas dari sahabat dan saudara seperjuangan dari berbagai kelompok yang diperlakukan diskriminatif di negara ini, dan mau terlibat dalam ibadah bersama.
“Ini akan menjadi ruang bersama bagi teman-teman dari agama lain dan kelompok yang terdiskriminasi,” kata Pendeta Margie.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Sumber: http://satuharapan.com/read-detail/read/perayaan-hari-kerukunan-nasional-gki-yasmin-dan-hkbp-filadelfia-terus-diabaikan/