Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin dikabarkan meminta maaf lagi. Kali ini Menag meminta maaf secara terbuka terkait pernyataan kontroversialnya yang menyebut bahwa rumah makan diperbolehkan tetap beroperasi selama Ramadhan.
Berita itu bisa dibaca di portal Okezone.com dengan judul Warteg Boleh Buka saat Ramadan, Menag Minta Maaf. Berita permintaan maaf Menag itu dilansir pada Selasa (16/6) lalu.
Dalam berita itu Menag digambarkan mengakui dirinya tak mengetahui bahwa ucapannya itu akan menimbulkan polemik bagi umat Islam di Indonesia. Bahkan salah satu media yang berada di bawah kerajaan media MNC Group itu mengutip permintaan maaf Menag itu dengan kutipan langsung.
“Selaku pribadi saya memohon maaf, yang karena tindakan ucapan perilaku saya tidak pada tempatnya,” ujar Lukman di Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Jalan MH Thamrin, Jakarta, sebagaimana yang ditulis Okezone.
Lebih jauh, Okezone bahkan menyebut Menag berharap umat Islam bisa membukakan pintu maaf yang selebar-lebarnya kepada dirinya terkait pernyataannya itu. Dengan begitu, lanjut Menag seperti ditulis Okezone, umat bisa memasuki Ramadhan dalam suasana kebersamaan.
Sebagai informasi, memang pada awal Juni lalu Menag menulis di akun twitternya pribadinya @lukmansaifuddin bahwa dia tak akan memaksa warung-warung makan tutup di siang hari selama Ramadhan. Cuit Lukman itu adalah respons terhadap cuit seorang netizen yang sebelumnya menyatakan bahwa sebaiknya warung-warung ditutup semua karena dianggap bisa mengurangi khidmatnya Ramadhan.
“Warung-warung tak perlu dipaksa tutup, Kita harus hormati juga hak mereka yang tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa,” cuit Menag.
Terkait pemberitaan Okezone di atas, muncul pertanyaan, benarkah pernyataan maaf Menag itu disampaikan secara terbuka, sebagaimana yang diklaim Okezone?
Dari penelusuran sederhana via mesin pencarian Google, tak ditemukan ada berita serupa yang muncul seperti yang dilansir Okezone. Dari penelusuran itu, berita yang muncul justru desakan agar Menag meminta maaf atas pernyataannya itu. Pihak yang mendesak Menag itu adalah Mahfudz Shiddiq, politisi PKS dan anggota DPR-RI, serta politisi PPP kubu Djan Faridz, kubu yang berseberang dengan Menag di internal PPP.
Bila bergerak lebih jauh dengan mengunjungi sejumlah portal nasional terkemuka, seperti Kompas.com, Tempo.co, JPNN.com, dan Viva.co.id lalu menulis kata kunci ‘Menag minta maaf’ di kolom search, berita serupa juga tidak ditemukan.
Yang muncul malah berita-berita yang tidak terkait hal itu. Kalaupun masih terkait, yang muncul adalah pemberitaan pertemuan Menag dengan ormas-ormas Islam konservatif terkait pembacaan al-Quran dengan langgam Jawa akhir Mei lalu. (baca: Kebohongan VOA Islam bahwa Menteri Agama Bertaubat)
Bagaimana dengan media-media Islam, khususnya media kelompok Islam konservatif? Apakah menurunkan berita serupa dengan pemberitaan Okezone itu?
Rupanya, tidak pula. Voa Islam, misalnya, media yang dikenal gandrung memelintir berita dan belakangan tampak cenderung menyerang Menag itu pun tak menurunkan berita serupa.
Di media Islam yang sebelas-duabelas dengan Voa Islam, seperti Arrahmah.com dan Hidayatullah.com berita serupa tak ditemukan pula. Yang muncul dari ketiga media itu, lagi-lagi, berita soal permintaan maaf Menag saat bertemu dengan ormas-ormas Islam konservatif terkait pembacaan al-Quran dengan langgam Jawa yang sudah dipelintir.
Dari penelusuran sederhana ini bisa disimpulkan bahwa klaim Okezone bahwa Menag telah menyampaikan permintaan maafnya terkait ucapanyang menyebut bahwa rumah makan diperbolehkan tetap beroperasi selama Ramadhan, tidaklah bisa diverifikasi.
Kalaupun permintaan maaf Menag itu benar disampaikan, pastilah Humas Kementerian Agama (Kemenag) memuatnya di laman resmi Kemenag, yaitu kemenag.go.id. Apalagi, seperti ditulis Okezone, Menag sangat berkepentingan untuk menghindari polemik yang tidak perlu di tengah masyarakat terkait persoalan itu agar bisa memasuki Ramadhan tanpa perpecahan.
Atau minimal, mengingat pernyataan Menag itu ia sampaikan di akun Twitter pribadinya dan bukan pernyataan resmi dari Kementerian Agama, maka permintaan maaf Menang itu bisa ia sampaikan juga di akun twitternya. Tapi dengan catatan, bila memang permohonan maaf itu benar adanya sebagaimana yang diberitakan Okezone.
Di luar persoalan permintaan maaf Menag, rekam jejak Okezone sendiri tidak terlalu baik. Ada sejumlah masalah yang pernah menyerempet portal berita milik Hary Tanoe itu. Setidaknya ada dua contoh kasus yang membuat nama Okezone tidak harum di dunia pers.
Hanta YudhaPertama, pada 15 Maret 2014 Okezone pernah memelintir pernyataan Direktur Pol Tracking Institute, Hanta Yuda terkait sikap politik Jokowi yang di-framing oleh Okezone seolah-olah tidak konsisten.
Padahal dalam berita berjudul Ketika Jokowi Tak Lagi Konsisten itu jika dibaca dengan seksama, Hanta hanya menyatakan bahwa saat itu, Jokowi tak lagi bisa menjawab pertanyaan wartawan dengan: “Enggak mau mikir soal presiden”, karena sebagai capres resmi dari PDIP Jokowi harus mau berpikir soal pencalonannya. Tak ada kata ‘tidak konsisten’ yang diucapkan secara eksplisit oleh Hanta.
Kedua, pemberitaan Okezone (dan Sindonews) yang cenderung tendensius dan berpihak terkait kasus sengketa kepemilikan TPI. Okezone diberitakan telah menuduh Harry Ponto, pengacara Siti Hardiyanti Rukmana, yang telah bertemu dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memenangkan Siti Hardiyanti Rukmana dalam sengketa kepemilikan PT TPI melawan PT Berkah Karya Bersama, perusahaan milik Hary Tanoe, CEO MNC Groups yang menaungi Okezone dan Sindonews.
Merespon tuduhan itu, Harry Ponto melaporkan dua media itu ke Dewan Pers. Singkat cerita, Dewan Pers menilai ada pelanggaran kode etik dalam 12 berita Harian Seputar Indonesia (Sindo) dan 13 berita Okezone yang menyebut Pengacara Harry Ponto bertemu dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus sengketa kepemilikan saham TPI.
Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengungkapkan bahwa kedua pihak telah menerima penilaian Dewan Pers dan sepakat penyelesaian pengaduan Harry Ponto tersebut tidak sampai ke ranah hukum. Penyelesaiannya cukup dilakukan dengan hak jawab.
Kuasa Hukum Harry Ponto, Dwi Ria Latifa, menyatakan bahwa telah disepakati Harian Sindo bersedia melakukan hak jawab di Rubrik Polhukam halaman 16 sebesar seperempat halaman dan dimuat satu kali, hal yang sama juga terhadap Okezone. Hak jawab itu juga diserta permintaan maaf kepada pihak pengadu, Harry Ponto dan pembaca.
Pengacara MNC Grup Andi Simangunsong, yang menjadi kuasa hukum Harian Sindo dan Okezone mengakui bahwa pihaknya diwajibkan untuk membuat hak jawab kepada Pengacara Harry Ponto. “Dewan Pers mewajibkan pihak kami untuk membuat hak jawab,” kata Andi Simangungsong, usai menghadiri mediasi anatara Harian Sindo dan Okezone dengan Pengacara Harry Ponto di Dewan Pers, seperti ditulis Republika Online, Senin (8/8/2011). (Irwan Amrizal)
Sumber berita: http://www.madinaonline.id/s5-review/berita/pemberitaan-janggal-okezone-com-tentang-permintaan-maaf-menteri-agama/