Kamis, Juli 10, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Pakar neurologi, Ryu Hasan: kalau ingin masyarakat sehat, maka media harus sehat dulu

by Thowik SEJUK
27/11/2018
in Uncategorized
Reading Time: 2min read
Pakar neurologi, Ryu Hasan: kalau ingin masyarakat sehat, maka media harus sehat dulu
Share on FacebookShare on Twitter

Pakar neurologi Ryu Hasan (tengah berbaju putih) dan Subrady Leo Soetjipto Soepodo dari Satyanegara Brain & Spine Center (kedua dari kiri) dalam FGD Media tentang neuroscience, agama dan politik.

Disinformasi berupa hoax di media sosial maupun fake news di media online banyak menebarkan ancaman dan kecemasan bernuansa agama menjelang pemilihan presiden 2019. Satyanegara Brain & Spine Center melihat ada kesamaan antara yang terjadi di jagat digital Indonesia dengan proses pemilu di Amerika Serikat dan Brazil dimana neuroscience yang memanfaatkan algoritma digunakan untuk menyetir para pemilih, sehingga yang dimajukan dalam kampanye bukan platform politik kandidat, tetapi segala hal yang tidak relevan tetapi demikian mudah dipercaya.

Pertanyaannya, mengapa neuroscience mulai banyak digunakan untuk memenangkan pemilu; bagaimana media memahami neuroscience dalam proses politik yang memanfaatkan media sosial; dan apa yang bisa ditempuh para ahli neuroscience dan media untuk membawa masyarakat Indonesia tetap sehat?

Pakar neurologi Roslan Yusni Hasan merespon beberapa pertanyaan tersebut dengan memaparkan cara-cara kerja otak manusia untuk kemudian bersama-sama media massa mengantisipasi masyarakat agar menjaga pikiran tetap sehat dan rasional, terutama selama masa kampanye dan kelak di bilik suara pemilihan presiden. Sebab, irelevansi-irelevansi berbasis agama akan terus diproduksi dalam proses politik.

“Pada dasarnya manusia tidak ingin informasi, tapi afirmasi,” ungkap neurologis dan ahli biologi molekuler ini di hadapan para editor media-media nasional dan jurnalis dalam FGD Media: Neuroscience, Media dan Masa Depan Politik Indonesia di Gunawarman, Jakarta Selatan, Senin sore (26/11) yang diselenggarakan Satyanegara Brain & Spine Center.

Dokter spesialis bedah saraf di RS Mayapada yang akrab disapa Ryu Hasan ini menyampaikan tentang cara kerja otak manusia yang dari dulu hanya menyukai berita-berita yang diinginkan, bukan informasi yang sebenarnya terjadi. Sehingga, manusia gampang sekali menerima berita-berita yang memenuhi seleranya atau cocok dengan keyakinannya.

Ihwal keyakinan, manusia akan bereaksi sangat cepat, terlebih jika terusik rasa amannya.

“Berita yang mengancam lebih mudah direspon dan disebar-sebar di WA ketimbang yang tidak mengancam,” demikian analisis neuroscience Ryu Hasan tentang masyarakat di era teknologi digital ini yang gampang termakan disinformasi dalam proses-proses politik.

 Para peserta FGD Media Satyanegara Brain & Spine Center

Dalam sudut pandang neuroscience, sambung dokter Ryu, agama paling kuat mengikat emosi masyarakat. Karena itu, kemenangan Trump di Amerika (Evangelis) dan Bolsonaro di Brazil (Katholik) demikianpun perilaku masyarakat Indonesia (Islam) secara politik menjadi sangat konservatif, wajar jika senang mengkonsumsi berita-berita di media dan media sosial yang irrelevan, tidak memerlukan konteks dan verifikasi.

“Religiusitas bekerja berdasarkan reward and punishment. Jadi religiusitas inilah memperkuat ikatan kelompok,” ujar Ryu Hasan menegaskan mengapa semakin banyak kampanye politik di berbagai negara yang memanfaatkan neuroscience dengan menyebarkan hoax atau disinformasi yang bernuansa religius.

Untuk itu, ia mengajak media-media di Indonesia untuk menyelamatkan masyarakat dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan Amerika Serikat dan Brazil dengan membuat berita-berita yang lebih sehat, rasional dan mengedepankan nilai-nilai universal.

“Kalau ingin masyarakat sehat, maka kita (media) dulu yang harus sehat,” tantang Ryu Hasan kepada jajaran redaksi media-media nasional agar menjalankan fungsi edukasi dalam kerja-kerja jurnalistik. []

Tags: #Bolsonaro#Disinformasi#Hoax#neurologi#neuroscience#RoslanYusniHasan#RyuHasan#Trump
Previous Post

Darurat LGBT, Media Bertanggung Jawab

Next Post

#HearMeToo: Gerak bersama penghapusan kekerasan seksual

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Ngober: Ngonten Keberagaman

Ngober: Ngonten Keberagaman

28/11/2024
Transgender

DOSA DAN NERAKA BUKAN URUSAN NEGARA: TRANSGENDER ISA ZEGA UMRAH BERJILBAB TIDAK BISA DIPENJARA

26/11/2024
God is Miraculous in Creating LGBT People

Pernyataan Sikap KOMPAKS: Menyikapi Pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Bahwa LGBTQ adalah Ancaman Negara

21/11/2024
Gadis Kretek

Review Gadis Kretek: Kisah Cinta Dasiyah Memang Menyedihkan, Namun Peristiwa 1965 yang Menghancurkan Hidupnya

13/11/2023
Next Post
#HearMeToo: Gerak bersama penghapusan kekerasan seksual

#HearMeToo: Gerak bersama penghapusan kekerasan seksual

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperjuangkan Akses yang Setara untuk Perempuan Disabilitas lewat Anggaran yang Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tersingkir dari Keluarga, Tempat Kerja, hingga Pemakamannya: Nasib Transpuan di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pendidikan Multikultur Kalbar: Siswa Toleran Beda Budaya [1]

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In