Yuni (30) merupakan disabilitas cerebral palsy (CP) sedang hamil 5 bulan dengan penghasilan membatik kisaran Rp. 300-400.000 perbulan. Andika (32) yang juga cerebral palsy, suami Yuni, perbulan menerima kisaran Rp. 150-200.000.
Sabar (29) dengan spinal cord injury (SCI) upah perbulan di kisaran Rp. 300-400.000, yang kadang-kadang harus lembur.
“Disabilitas tidak boleh dipandang sebelah mata. Bukan aib. Kami bisa berkarya,” tutur Andika (21/11/2019) yang aktif di Forum Inklusif Lintas Iman (FILI) dan kelahiran Cirebon ini.
Itu pula yang kerap ia sampaikan ketika menyambi sebagai motivator di beberapa forum yang dihadiri disabilitas ataupun orang tua mereka yang membutuhkan kesadaran tentang kesetaraan hak dan akses, serta aparat desa sampai pejabat dinas-dinas yang punya tanggung jawab memenuhi hak-hak disabilitas.
Mereka disabilitas bersepuluh berupaya mandiri berkarya, ketika pemerintah dan korporasi secara umum masih mengabaikan kesetaraan hak bekerja bagi segenap warga. Para disabilitas CP, SCI, bisu-tuli, daksa dan congenital deformity ini tergabung dalam PT. Zola Indonesia dengan program #difabelzone.
Dengan kondisi dan tantangannya masing-masing, mereka bekerja dan tinggal dalam sebuah workshop sekaligus kantor yang beralamat di Bajang, Pandak, Bantul, Yogyakarta, sejak 2017. Produk batiknya tidak hanya berupa kain dan baju, mereka juga menyediakan laptop bag, totebag, syal, selendang, tas kecil, dll.
Alat-alat beserta pendukung kerja, tempat kerja maupun tidur, listrik, air, bahan makan dan minuman sehari-hari disediakan oleh PT. Zola Indonesia yang mempunyai misi memberikan kesempatan terhadap kalangan disabilitas untuk bekerja layak sebagaimana warga negara lainnya.
Lidwina Wury Akhdiyanti sebagai Director & Designer PT Zola Indonesia menegaskan bahwa ikhtiar melibatkan komunitas dan orang-orang disabilitas untuk mendorong dan memberi peluang bagi mereka yang pada akhirnya bisa mandiri, berwirausaha. Selain bekerja dengan memahami beragam teknik membatik dan prosesnya, mereka juga diajari tentang manajemen bisnisnya.
“Mereka tidak boleh selamanya di sini. Kawan-kawan ini suatu saat harus bisa mandiri. Jika kelak ingin membuka usaha membatik, akan kami hubungkan ke para pihak yang selama ini memberikan perhatian pada wirausaha atau bisnis-bisnis yang dikembangkan disabilitas,” papar perempuan yang akrab disapa Wina.
Ia menjelaskan bahwa workshop mereka selain di Bantul, beroperasi juga di dua tempat di Magelang. Satu lagi ada di Purworejo.
“Saya bermimpi kawan-kawan disabilitas bisa benar-benar mandiri. Kegiatan-kegiatan kami tidak menjual belas kasih,” tegas Wina.
Yang hendak memberikan dukungan terhadap bisnis produksi Yuni, Sabar, Andika dan rekan-rekannya, sila membeli batik mereka dengan menghubungi Andika di 0896 7274 7995 atau zolamarcomm@gmail.com dan IG @difabelzone.id.
Bagi siapa saja, komunitas maupun instansi-instansi yang tertarik belajar membatik dari proses menggambar atau desain sampai pembatikan, kata Andika sambil menggelar batik hasil karyanya, dipersilakan berkunjung dan praktik langsung ke workshop. Tak hanya mendapat pengalaman, para pengunjung juga bisa pulang sambil menjinjing totebag, tas tangan, syal, dll. karya disabilitas dengan harga yang sangat terjangkau.
“Selama ini kami membuka dan menyediakan diri bagi siapapun atau instansi manapun yang ingin belajar membatik sekaligus mendapatkan pemahaman tentang disabilitas dan hak-haknya,” Andika kembali menegaskan.
Mereka bahkan kerap menerima rombongan siswa maupun mahasiswa dari Australia yang ingin punya pengalaman membatik bersama disabilitas.[]