Pakar hak asasi manusia (HAM) di Indonesia dan ASEAN Rafendi Djamin menegaskan pentingnya media dan para jurnalis dalam pemberitaannya untuk memastikan negara sebagai pemangku kepentingan dan kewajiban agar menjalankan tanggung jawabnya dalam menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak warga. Hal ini ia sampaikan ketika para jurnalis dari Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan mengeksplorasi isu-isu keberagaman di wilayahnya masing-masing yang terus ditingkahi konflik, kekerasan dan berbagai bentuk diskriminasi.
Di hadapan 25 jurnalis peserta Workshop & Story Grant Meliput Isu Kebebasan Beragama dan Berekspresi yang digelar di Palu (21/2), pendiri Human Rights Working Group (HRWG) ini sangat menyesalkan banyaknya kasus intoleransi dan diskriminasi di mana negara, seperti kepolisian dan pemerintah daerah, justru menjadi sumber konflik.
“Di banyak daerah, negara malah menjadi sumber konflik karena tidak menjalankan tanggung jawabnya, di sisi lain, regulasinya juga salah, diskriminatif,” kata pria kelahiran Padang yang pernah menjabat ketua ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR).
Sehingga, sambung Rafendi, di tengah ketegangan antar-agama atau keyakinan, etnis dan peminggiran atas warga dengan seksualitas yang beragam atau lesbian, gay, biseksual dan transeksual (LGBT), maka berita-berita para jurnalis harus memberikan perhatian serius dengan mengontrol, mengawal dan menuntut kewajiban negara paling mendasar: menegakkan prinsip non-diskriminasi.
Kerentanan Perempuan di Media
Namun begitu, mengingat sensitifnya mengangkat isu agama dan keberagaman seksual, maka keamanan jurnalis dalam menjalankan profesinya harus menghitung keamanan dan keselamatan diri. Karena itu dalam workshop dan story grant yang dikerjasamakan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu dan didukung oleh Internews ini disertakan sesi digital safety untuk jurnalis.
Jurnalis dan pemeriksa fakta di TEMPO sekaligus aktivis Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Ika Ningtyas dalam paparannya membekali para jurnalis bagaimana mengenali ancaman keamanan digital dan cara meningkatkan keamanannya serta respon yang tepat bagi jurnalis ketika mendapat ancaman digital. Mengutip lansiran The International Federation of Journalists (IFJ), Ika mengingatkan terutama kepada 11 peserta jurnalis perempuan atau sekitar 44% dari total peserta (14 lainnya laki-laki atau sebesar 64%) bahwa yang banyak menjadi sasaran ancaman dan kekerasan digital adalah jurnalis perempuan.
“Pada jurnalis perempuan, ancamannya berlipat,” kata Ika yang juga pengurus AJI Indonesia.
Dosen Reporting Issues of Diversity di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Jakarta yang juga koordinator IFJ di Southeast Asia Ratna Ariyanti dalam materi Konstruksi Gender di Media memaparkan bahwa masih banyak media yang tidak memiliki perspektif HAM terhadap perempuan. Tidak hanya membungkus pemberitaan terkait perempuan yang sering sekali tidak etis, perlakuan terhadap jurnalis perempuan di dalam ruang redaksi juga kerap mendapatkan diskriminasi.
“Apalagi pada teman-teman transgender, perlakuannya bisa lebih tidak etis. Ini dikarenakan teman-teman jurnalis baik di newsroom maupun tidak, tidak paham dan mengerti terkait HAM,” tambah Ratna yang dulu aktif menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia.
Dalam sesi Prinsip-prinsip Jurnalisme Keberagaman, produser Kompas TV dan pendiri SEJUK Budhi Kurniawan menegaskan kembali pentingnya para jurnalis untuk bersetia kepada Kode Etik Jurnalistik dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Budhi memberikan penekanan pada penggunaan diksi, pemilihan narasumber dan pentingnya jurnalis untuk tidak melibatkan keyakinannya dalam memberitakan agama minoritas atau kepercayaan dan LGBT supaya berita-berita keberagaman tidak malah menjadi corong kebencian.
“Tujuan dari jurnalisme keberagaman yang diusung SEJUK adalah menyuarakan kelompok yang selama ini dibungkam, giving voice to the voiceless,” tegasnya.
Hentikan Diskriminasi pada Jurnalis Perempuan
Editor Harian Mercusuar Kartini Nainggolan merasa senang turut dilibatkan dalam kegiatan ini. Sebagai salah satau peserta, ia menuturkan bahwa ada begitu banyak kesempatan mendapatkan fellowship untuk para jurnalis di Palu paska gempa yang melanda Palu 2018 silam, termasuk para jurnalis perempuan, tetapi perhatian pada isu keberagaman yang dibawa dalam workshop kali ini sangat bermanfaat bagi para pelaku media, seperti jurnalis dan kalangan editor.
Bagi Tini, demikian panggilan akrabnya, kegiatan ini menguatkan pemahamannya terkait isu keberagaman dan seksualitas, terutama isu media dan gender adalah yang paling menarik.
“Saya harap di media ke depannya tidak ada lagi diskriminasi terhadap jurnalis perempuan. Buktikan kalau kita (jurnalis perempuan -red) sama mampu dan berpotensinya dengan laki-laki,” tambah Kartini.
Apa yang sudah disampaikan para pemateri terkait HAM, media dan gender hingga digital safety saat peliputan terutama bagi jurnalis perempuan sangat perlu diteruskan kepada lebih banyak jurnalis di Palu sehingga tidak hanya berhenti di peserta workshop saja.
Kartini adalah satu-satunya editor perempuan di Harian Mercusuar Palu dan kerap menerima perlakuan tidak menyenangkan dari orang lain bahkan sesama jurnalis. Anjuran untuk hi tidak bekerja sebagai jurnalis dan lebih baik memilih pekerjaan domestik adalah anjuran yang sering didengarnya. Oleh karena itu Kartini mengajak lebih banyak jurnalis perempuan agar lebih percaya diri dalam membuktikan pencapaian sebagai jurnalis.
Senada dengan Kartini, jurnalis Sultengterkini.com Agus Panca Saputra merasa beruntung dapat mengikuti wokrshop ini. Menurutnya ada banyak perspektif baru yang ia dapatkan.
“Seperti penggunaan diksi yang sering luput, juga teman-teman LGBT yang dulu saya risih jadi menghindari, tapi kemudian saya paham bahwa kita semua sama-sama manusia,” ujar Agus.
Story Grant Liputan Keberagaman
Workshop yang digelar selama tiga hari ini membekali peserta dengan prinsip kebebasan beragama dan berekspresi yang dibawakan oleh Wakil Indonesia di Komisi HAM ASEAN (2009-2015) Rafendi Djamin, konstruksi gender di media oleh Ratna Ariyanti selaku South East Asia Coordinator for IFJ, digital safety saat peliputan yang dibawakan jurnalis dan pemeriksa fakta di TEMPO Ika Ningtyas, serta panduan meliput keberagaman oleh produser Kompas TV Budhi Kurniawan.
Selain itu turut serta perwakilan dari Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Palu turut hadir menyampaikan diskriminasi apa saja yang mereka terima dan relawan Persatuan Pelayanan Kristen Untuk Kesehatan di Indonesia (PELKESI) Palu yang turut bercerita bagaimana mereka dapat bergabung dan memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat Palu sekalipun berasal dari lembaga keagamaan.
Mubaligh JAI Palu Arief Efendi bercerita bagaimana perlakuan pemerintah terhadap JAI keseluruhan berdampak negatif dan memicu pemberitaan-pemberitaan yang tidak memihak dari media. Pemberitaan yang tidak seimbang ini kemudian memicu kesalahpahaman dari lebih banyak masyarakat di luar komunitas JAI sendiri.
“Baiknya ya dicaritahu terlebih dahulu seperti apakah itu JAI agar berita-beritanya tidak malah menyerang Ahmadiyah, agar dapat membantu teman-teman Ahmadiyah meluruskan kesalahpahaman,” ucap Arif yang bercerita tentang bagaimana komunitas JAI sudah lebih terbuka terhadap media dibanding beberapa tahun silam.
Para jurnalis yang terlibat dalam workshop mengirim proposal liputan keberagaman ketika mendaftar serta menerima kesempatan untuk menerima coaching proposal langsung dari Budhi Kurniawan dan Ratna Apriyanti pada hari ketiga workshop.
Dari proses itu, kedua mentor memilih dua proposal untuk diteruskan menjadi liputan-liputan keberagaman yang akan mendapat beasiswa terbatas masing-masing Rp. 7.000.000,-
Berikut adalah 6 proposal yang mendapat program Story Grant SEJUK:
- Bissu: Memanusiakan Manusia Pilihan (Irwan Idris – IDN Times Makassar)
- Pelecehan Seksual di Huntara Petobo (M. Rain Daling – Sultengterkini.com)
- Peran Pemimpin Perempuan Adat Ngata Toro (Muhammad Izfaldi – Media Alkahiraat Palu)
- Belajar dari Akulturasi Tionghoa Palu (Tasman Banto – Harian Mercusuar Palu)
- Rekonsiliasi Konflik Poso oleh Perempuan Akar Rumput (Aldrimslit Thalafa – Kompas TV Biro Palu)
- Pemenuhan Hak Reproduksi bagi Napi Perempuan (Sarifah Latowa – Kabarselebes.id)
Penulis: Yuni Pulungan dan Thowik