Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia tidak menjamin pandangan dan sikap menghargai kepada yang berbeda. Fakta tersebut menjadi temuan survei nasioanl opini publik Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Mei 2022. Survei SMRC menunjukkan: pendidikan tidak menyumbang toleransi.
Survei ini memperlihatkan tingginya intoleransi di kalangan warga lulusan perguruan tinggi terhadap Yahudi. Yang mencemaskan lagi, kebencian terhadap Yahudi besar sekali di kalangan anak muda dan yang sering mengakses media ataupun internet.
Pendiri SMRC Saiful Mujani menjelaskan, asumsi media sosial menjadi sarana untuk orang lebih terbuka terhadap keberagaman, pada kenyataannya tidak demikian.
“Internet kurang memberikan pendidikan toleransi, justru menjadi ruang pembentukan kebencian,” ungkap Saiful mengacu data SMRC.
Akibatnya, kelompok rentan di media sosial menjadi bulan-bulanan. Mereka adalah sasaran bully, intimidasi atau ancaman, bahkan teror dan kriminalisasi.
Platform-platform media sosial yang diakses luas oleh publik bukanlah ruang aman bagi kalangan marginal. Mereka terbungkam.
Yang turut mencemaskan, pemberitaan-pemberitaan media di daerah tidak sensitif dan cenderung menyudutkan kelompok korban dan minoritas. Pembuatan judul clickbait, penggunaan diksi yang sensasional, pemilihan narasumber yang provokatif, dan tone pemberitaan yang menyuburkan stigma terhadap kelompok minoritas menjadi dosa-dosa media.
Mengacu analisis konten pemberitaan yang dilakukan Remotivi yang bekerja sama dengan Intrernational Media Support (IMS) terhadap media daring dan televisi (Komunitas Agama Marginal dalam Media di Indonesia: Sebuah Kajian Awal, 2021) maupun riset UNTAR-SEJUK-Kemenristekdikti (2017-2019), keduanya sama-sama menyimpulkan bahwa liputan isu keberagaman tidak banyak mewakili suara-suara kelompok rentan.
Media lebih memberi tempat bagi narasumber elit seperti para pejabat, aparat, dan tokoh agama yang mewakili organisasi-organisasi keagamaan dari kelompok mayoritas. Pemberitaan media daring dalam isu keberagaman cenderung menjadikan kelompok minoritas sebagai objek, dengan mengedepankan sensasi.
Bagaimana dengan keberagaman di Sulawesi Selatan?
Provinsi ini bukan wilayah yang sepi intoleransi dan diskriminasi. Kebencian atas nama agama bahkan diekspresikan oleh sebagian masyarakat dengan aksi teror bom bunuh diri.
Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Sulawesi Selatan (Sulsel) melancarkan teror yang menyasar jemaat Gereja Katedral Makassar pada Maret 2021. Sebelumnya, 6 Januari 2021 Densus 88 menangkap anggota JAD.
Di sisi lain, pemerintah daerah bertindak diskriminatif melalui Surat Edaran Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sulsel tentang bahaya dan pelarangan Syiah (2017) yang hingga hari ini menjadi acuan bagi pemerintah kabupaten dan kota di Sulsel untuk melancarkan kebijakan diskriminatif.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar di penghujung 2021 melaporkan bahwa kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual, adalah jumlah terbanyak yang mereka tangani ketimbang kasus-kasus lainnya.
Intoleransi dan diskriminasi yang meningkahi kehidupan bermasyarakat Sulsel maupun pengelolaan pemerintah daerah melalui berbagai kebijakan dan aturan yang tidak inklusif, berimplikasi membatasi dan meringkus hak-hak kelompok marginal. Warga dengan identitas yang berbeda dari kelompok yang mayoritas, mainstream, semakin rentan.
Terhadap fakta-fakta di atas Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan HAM RI berkepentingan melibatkan mahasiswa, orang muda di kalangan terdidik, untuk membangun iklim bermedia yang ramah bagi kelompok minoritas.
Karena itu kami mengundang rekan-rekan mahasiswa khusus wilayah Sulawesi Selatan untuk terlibat aktif dalam workshop dan beasiswa konten keberagaman media sosial.
Nama Kegiatan
Workshop dan Beasiswa Produksi Konten Keberagaman untuk Mahasiswa di Sulawesi Selatan
Tujuan
Mengembangkan kesadaran mahasiswa di Sulsel tentang pentingnya media sosial sebagai ruang aman bagi kelompok marginal dan medium kampanye keberagaman
Tempat dan Waktu
Waktu penyelenggaraan: 26–29 Agustus 2022
Lokasi kegiatan akan diinformasikan langsung kepada peserta terpilih.
Kepesertaan
Yang terlibat dalam kegiatan dan beasiswa konten keberagaman ini adalah mahasiswa yang berada di Sulawesi Selatan. Jumlah peserta yang tergabung dalam kegiatan ini 20 orang.
Panitia menanggung transportasi dan akomodasi peserta workshop dari luar kota.
Beasiswa konten keberagaman
Panitia memberi beasiswa terbatas kepada peserta yang brief atau rancangan konten keberagamannya terpilih. Sebanyak 10 (sepuluh) dari dua puluh peserta workshop akan mendapatkan beasiswa konten keberagaman masing-masing Rp.1.500.000
Cara Daftar
Untuk bergabung dalam workshop, sila perhatikan langkah-langkah berikut:
- Penyelenggaraan workshop: 26-29 Agustus 2022
- Tema beasiswa konten keberagaman melingkupi: agama atau kepercayaan, etnis atau masyarakat adat, disabilitas, keadilan dan kesetaraan gender
- Pendaftaran dikirim ke: bit.ly/KampanyeMedsosMahasiswaSulsel
- Pendaftaran paling akhir dikirim 17 Agustus 2022, pkl. 24.00
- Peserta-peserta terseleksi diumumkan 19 Agustus 2022 di IG: @kabarsejuk, Twitter: @KabarSEJUK, dan FB: Sejuk
- Pelaksanaan beasiswa konten keberagaman: 1–30 September 2022
Informasi lebih lanjut hubungi IG: @kabarsejuk, FB: Sejuk atau Twitter @KabarSEJUK.
Pendukung
Workshop dan Beasiswa Produksi Konten Keberagaman untuk Mahasiswa di Sulawesi Selatan didukung Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Demikian undangan sekaligus kerangka acuan Workshop dan Beasiswa Produksi Konten Keberagaman untuk Mahasiswa di Sulawesi Selatan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 1 Agustus 2022
Hormat kami,
Ahmad Junaidi
Direktur SEJUK