Disrupsi digital mencerabut peran media dalam mengadvokasi dan mengedukasi. Teristimewa isu keberagaman, media cenderung enggan mengulik praktik intoleransi dan diskriminasi di sekitar.
Kalaupun mengangkatnya, berita-berita yang dihadirkan media atau jurnalis bukan dalam rangka mendidik publik agar lebih menghargai perbedaan dan mengritik negara yang tidak mampu menjamin hak-hak kelompok minoritas dan korban. Berita dibuat lebih karena ada konflik atau isu yang viral, tak terkecuali media-media dan jurnalis di Lampung.
Padahal, sepuluh tahun terakhir saja mencuat kasus diskriminasi, intoleransi, dan persekusi berbasis identitas. Kerusuhan Lampung 2012 yang berbasis etnis menewaskan 14 orang, merusak dan menghancurkan ratusan rumah dan puluhan kendaraan bermotor. Kalangan minoritas agama kesulitan mendapat izin mendirikan rumah ibadah seperti dialami GBI Pesisir Barat (2019) dan dilarang menjalankan ibadah Natal sebagaimana tahun lalu menimpa GPI Tulang Bawang (2021).
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung mencatat, kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2021 terdapat 645 kasus dan khusus Januari 2022 saja sudah sampai 45 kasus. Bandar Lampung menjadi daerah yang paling banyak menyumbang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Tiga transgender di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, tanpa landasan hukum dirazia dan disemprot dengan air dari selang pemadam kebakaran (2018). Empat ribuan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang tersebar di 15 kabupaten atau kota di Provinsi Lampung masih menghadapi stigma, termasuk oleh media.
Godaan media mengejar page views, search engine optimization atau Google adsense membuat judul berita dan diksi atau frasa yang dipilih cenderung sensasional. Akibatnya, ruang bagi kelompok marginal atau korban untuk mendapat keadilan tidak menjadi perhatian.
Tantangan Media di Tahun Politik
Tak dipungkiri, di era revolusi digital warga dan komunitas marginal semakin rentan terhadap berbagai bentuk ancaman dan kriminalisasi, karena rendahnya rasa hormat masyarakat terhadap kelompok yang berbeda.
“Internet kurang memberikan pendidikan toleransi, justru menjadi ruang pembentukan kebencian,” ungkap Saiful Mujani mengacu pada temuan survei nasioanl opini publik Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Mei 2022.
Data SMRC ini juga menyebutkan: semakin terdidik, berusia muda, aktif mengakses internet dan media sosial, tidak membuat seseorang menjadi toleran.
Sementara, berita-berita media siber yang berkeliaran di jagat digital tak kalah mencemaskan. Tone dan framing berita cenderung menyuburkan stigma dan menyudutkan kelompok korban ataupun minoritas.
Mengacu analisis konten pemberitaan yang dilakukan Remotivi yang bekerja sama dengan Intrernational Media Support (IMS) terhadap media daring dan televisi (Komunitas Agama Marginal dalam Media di Indonesia: Sebuah Kajian Awal, 2021) maupun riset UNTAR-SEJUK-Kemenristekdikti (2017-2019), keduanya sama-sama menyimpulkan bahwa liputan isu keberagaman tidak banyak mewakili suara-suara kelompok rentan.
Tak jarang kelompok minoritas semata menjadi objek berita. Sebab, media lebih memberi tempat bagi narasumber elit seperti para pejabat, aparat, dan tokoh agama yang mewakili organisasi-organisasi keagamaan dari kelompok mayoritas.
Politisasi identitas agama atau keyakinan, etnis, ras, gender dan seksualitas dalam pemilu-pemilu sebelumnya telah menimbulkan polarisasi yang terus menguat sejak Pilkada DKI Jakarta 2017. Kelompok minoritas banyak yang dikriminalisasi dan dipersekusi. Bukan tidak mungkin pemilu 2024 sarat politisasi identitas.
Terhadap ancaman keberagaman dan seluruh situasi yang mencemaskan sebagaimna tergambar di atas, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan Alinsi Jurnalis Independen Kota Lampung bekerja sama Norwegian Embbasy mengundang jurnalis dari wilayah Lampung, Palembang, dan Bengkulu untuk bersama-sama menggali jurnalisme keberagaman dalam workshop.
Sumatera Selatan dan Bengkulu juga mempunyai tantangan serupa Lampung dalam pengelolaan pendirian ruamah ibadah yang cenderung diskriminatif terhadap minoritas agama demikianpun kasus-kasus kekerasan seksual atau kekerasan terhadap perempuan yang meningkat. Melalui workshop jurnalisme keberagaman ini diharapkan mampu mendorong para peserta untuk membangun iklim bermedia yang ramah bagi kelompok minoritas.
Nama Kegiatan
Workshop & Story Grant Membangun Ruang Aman di Media untuk Kelompok Marginal di Tahun-tahun Politik
Tujuan
Mengembangkan dan menyebarluaskan pemahaman kebebasan beragama dan berekspresi melalui kerja-kerja jurnalistik menjelang tahun-tahun politik.
Capaian
- Tumbuhnya kesadaran bersama tentang pentingnya penghargaan terhadap prinsip-prinsip kebebasan beragama atau berkeyakinan dan kebebasan berekspresi;
- Berkembang dan meluasnya pemahaman kebebasan beragama atau berkeyakinan dan berekspresi lewat kerja-kerja jurnalistik;
- Tergambar pola maupun peta media dan jurnalis di daerah dalam memberitakan isu keberagaman;
- Terkuatkan fungsi watchdog media atau jurnalis dalam menuntut negara melindungi segenap warga di tengah fakta keberagaman;
- Tumbuhnya kesadaran pentingnya media atau jurnalis menjalankan fungsi edukasi perihal penghargaan terhadap keberagaman berbasis SARA dalam pemberitaannya;
- Tergeraknya media dan jurnalis dalam memberitakan isu kebebasan beragama dan berekspresi melalui stimulus beasiswa terbatas program story grant;
- Terpublikasikannya karya-karya jurnalistik yang ramah terhadap keberagaman;
- Terbangun jaringan jurnalis yang ramah dan menghormati kebinekaan dan prinsip kebebasan beragama.
Pelaksanaan, alur, dan ketentuan kegiatan
- Bentuk kegiatan yang akan digelar adalah workshop dan story grant.
- Penyelenggaraan workshop akan dipungkasi dengan proposal coaching sebagai bagian dari story grant.
- Proses story grant selanjutnya: liputan dan produksi.
Untuk terlibat dalam kegiatan SEJUK ini, berikut adalah ketentuan dan langkah-langkahnya:
Tema Liputan
Story grant bertema kebebasan beragama dan berekspresi melingkupi isu agama atau kepercayaan, etnis, disabilitas, gender, dan seksualitas.
Syarat
- Jurnalis yang berminat belajar bersama jurnalisme keberagaman serta konsep HAM, kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan kebebasan berekspresi.
- Berdomisili atau bertugas di wilayah Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.
- Bersedia mengikuti rangkaian kegiatan mulai dari workshop, coaching proposal, dan menyelesaikan story grant.
- Melengkapi formulir pendaftaran yang berisi rencana liputan, biodata dan kartu pers.
- Proposal liputan melingkupi: Judul, Angle, Latar Persoalan (maksimal 250 kata), Pesan Liputan (maksimal 100 kata), Daftar Narasumber Kunci.
- Mengirimkan surat kesediaan media untuk mempublikasikan hasil liputan.
Ketentuan
- Sebanyak 20 peserta terpilih akan mendapatkan pelatihan jurnalisme keberagaman dan coaching proposal.
- Sebanyak 8 peserta terpilih akan mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan liputan sebesar masing-masing Rp7.000.000.
- Waktu liputan hingga penerbitan dilakukan paling lama sebulan sejak coaching dan menerima pendampingan dari mentor secara online.
- Seluruh peserta yang lolos untuk mengikuti pelatihan harus mengirimkan bukti rapid test antigen dengan hasil negatif (biaya rapid test akan diganti panitia).
Jadwal Kegiatan
- Penutupan pendaftaran: 1 Desember 2022
- Peserta workshop terpilih akan diumumkan pada 5 Desember 2022
- Workshop: 16-18 Desember 2022
- Coaching proposal: 18 Desember 2022
- Pengumuman peraih story grant: 21 Desember 2022
- Coaching proposal terpilih: 22 Desember 2022
- Liputan dan asistensi: 23 Desember–23 Januari 2023
- Penyerahan bukti tayang paling lambat: 23 Januari 2023
Pendaftaran
Untuk mendaftar sila ke: bit.ly/JurnalisLampung2022
Pengumuman peserta terseleksi akan dipublikasikan di sejuk.org, IG: @kabarsejuk2008.
Waktu dan Tempat
Penyelenggaraan workshop dan coaching proposal (story grant) pada 16-18 Desember 2022 di Lampung.
Lokasi persis workshop dan coaching proposal (story grant) akan diinformasikan langsung kepada peserta yang lolos mengikuti kegiatan.
Kepesertaan
Yang terlibat dalam workshop & story grant adalah jurnalis aktif yang tinggal di wilayah Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu yang sebelumnya tidak pernah mengikuti kegiatan serupa yang digelar oleh SEJUK. Jumlah peserta yang tergabung dalam kegiatan ini 20 orang.
Panitia menanggung transportasi dan akomodasi peserta Workshop & Story Grant Membangun Ruang Aman di Media untuk Kelompok Marginal di Tahun-tahun Politik.
Hand sanitizer dan masker untuk peserta disediakan panitia.
Informasi lebih lanjut hubungi IG: @kabarsejuk, FB: Sejuk atau Twitter @KabarSEJUK.
Penyelenggara
Penyelenggaraan workshop ini dilakukan oleh SEJUK bekerja sama dengan AJI Kota Lampung dan didukung oleh Norwegian Embassy.
Penutup
Demikian undangan sekaligus kerangka acuan Workshop & Story Grant Membangun Ruang Aman di Media untuk Kelompok Marginal di Tahun-tahun Politik kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja sama Anda sekalian, kami mengucapkan terima kasih.
Jakarta, 26 November 2022
Hormat kami,
Ahmad Junaidi
Direktur SEJUK