Peringatan para korban Holocaust atau International Holocaust Remembrance Day 2024 digelar bersama komunitas lintas iman di Sinagoge Shaar Hashamayim, Tondano, Minahasa, pada Senin (29/1).
“Dalam peringatan korban Holocaust, yang paling penting sebenarnya adalah untuk memberikan kesadaran kolektif kita sebagai manusia untuk terus melawan diskriminasi dalam bentuk apa pun,” tegas pemeluk Yahudi Ezra Raditya Abraham dari Cirebon yang terlibat dalam upacara ini.
Bagi Ezra, Holocaust bukan tentang Yahudi saja, tetapi tentang manusia. Siapa pun bisa mengalami genosida seperti Holocaust di kemudian hari, apa pun latar belakang agama, etnis, warna kulit atau orientasi seksualnya.
“Bukan tidak mungkin di kemudian hari Holocaust akan terjadi lagi, jika kita tidak bersama-sama membangun kesadaran melawan diskriminasi,” tutur Ezra yang turut dalam pembangunan Museum Holocaust 2021-2022 lalu di samping sinagoge di Tondano.
Dulu, sambung Ezra, Jerman adalah pusat peradaban Eropa, salah satu dari negara besar yang mengalami era pencerahan. Tetapi kaum intelektual Jerman lebih memilih untuk melakukan tindakan tidak bermoral dengan melakukan genosida.
Holocaust tak lain genosida terhadap mereka yang mempunyai identitas berbeda dari kalangan mainstream Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya. Holocaust merenggut nyawa sekitar 11 juta, terdiri 6 juta umat Yahudi sebagai korban dan 5 juta lagi meliputi penyandang disabilitas, queer, Saksi Yehuwa, bangsa atau etnis Romani yang lebih kerap disebut dengan nada merendahkan: Gipsi, dan minoritas lainnya, termasuk tahanan perang.
Untuk mengenang para korban Holocaust, kekejaman genosida di Eropa oleh Nazi yang dipimpin Hitler, setiap 27 Januari diperingati sebagai Hari Peringatan Holocaust Internasional.
Rabbi Yaakov Baruch, pimpinan Yahudi sekaligus pegiat dialog lintas iman di Sulawesi Utara, Ezra Abraham, dan umat Yahudi di Indonesia menggelar International Holocaust Remembrance Day 2024 di dalam sinagoge (tempat ibadah Yahudi) di Tondano, Minahasa. Peringatan korban Holocaust ini dihadiri para pimpinan agama dari Islam, Kristen, penghayat kepercayaan Malesung (agama lokal Minahasa), dan keluarga korban Holocaust yang beragama Islam dan Kristen. Pejabat pemerintahan Minahasa, akademisi, dan masyarakat sipil penggerak toleransi di Sulawesi Utara juga bergabung dalam kegiatan tersebut.
Sumber foto-foto: Sinagoge Shaar Hashamayim Tondano.