Puluhan jemaat Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat hingga saat ini masih jadi pengungsi. Sudah 13 tahun, semenjak mereka diusir dari rumah mereka sendiri. Bukan cuma diusir, rumah mereka pun dibakar serta dijarah. Hingga saat ini belum jelas kapan mereka bisa kembali.
Berbagai kalangan mendesak pemerintahan Jokowi-JK bisa menyelesaikan persoalan pengungsi Ahmadiyah. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menilai selama ini peran negara absen sehingga nasib jemaat masih jauh dari ideal untuk menjalani kehidupan secara normal. Hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman Bidang penyelesaian Laporan dan Pengaduan, Budi Santoso dalam acara Peluncuran Laporan Tim Gabungan Advokasi Untuk Pemulihan Hak-Hak Pengungsi Ahmadiyah NTB di Gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (8/12). Laporan ini disusun tiga lembaga HAM Indonesia, yakni Komnas HAM, Komnas Perempuan dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Ombudsman Republik Indonesia.
Komisioner KPAI Maria Ulfah Anshar menerangkan anak-anak Ahmadiyah yang mengungsi mengalami berbagai dampak akibat terbatasnya pemenuhan hak dasar anak, seperti sulitnya pengurusan hak akte kelahiran anak, hak kesehatan termasuk hak pendidikan karena anak ikut dipindahkan sekolahnya. Sementara komisioner LPSK Lili Pintauli mendesak Polda NTB memberikan kepastian hukum kepada Jamaah Ahmadiyah, dan memberikan perlindungan rasa aman terhadap pengungsi Ahmadiyah di NTB
Sementara itu Wakil Ketua Komnas Perempuan, Masruchah, menjelaskan terjadinya kekerasan terhadap Ahmadiyah di NTB bagian dari implikasi karena keyakinannya dianggap tidak benar. Selain itu konflik ini terjadi juga karena adanya nilai-nilai patriarki yang masih besar.
Laporan dari Tim Gabungan ini nantinya akan diserahkan kepada Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Presiden. [BK]