Selasa, Juli 1, 2025
  • Login
SUBSCRIBE
SEJUK
No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri
No Result
View All Result
SEJUK
No Result
View All Result
Home Agama

Gereja Aceh Singkil Berharap Menteri Agama Baru Tak Lagi Memaksa Siswa Kristen Belajar Agama Islam

by Thowik SEJUK
04/01/2021
in Agama
Reading Time: 4min read
Gereja Aceh Singkil Berharap Menteri Agama Baru Tak Lagi Memaksa Siswa Kristen Belajar Agama Islam
Share on FacebookShare on Twitter

“Sakit hati jika teringat masa-masa sekolah di Aceh Singkil. Saya terpaksa mengikuti 5 pelajaran yang tidak terkait dengan kebutuhan saya dan kawan-kawan saya yang beragama Kristen,” kenang Kevin Padang (21), jemaat Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD).

Lima pelajaran itu, menurut Kevin, adalah Pendidikan Agama Islam, al-Quran dan al-Hadits, Akhlaq dan Budi Pekerti (versi Muslim), Baca dan Tulis Arab Melayu, dan Bahasa Aceh (sementara Aceh Singkil itu terdiri dari mayoritas dengan suku Pakpak dan Singkil, yang masing-masing bahasanya berbeda dengan bahasa Aceh). Hal ini ia sampaikan dalam pertemuan bertema Kita untuk Aceh Singkil: Berbagi Cerita di Ujung Tahun yang digelar secara virtual (26/12).

Itu kenapa Kevin mengaku, ia dan tak sedikit warga Aceh Singkil lainnya yang beragama Kristen dan Katolik melanjutkan jenjang SMA ke Sidikalang, Sumatera Utara, agar mendapat pelajaran agama Kristen dan tidak dibebani 5 pelajaran yang bukan kebutuhan mereka. 2014 pun Kevin harus menempuh pendidikan SMA yang jauh dari rumahnya.

“Kami siswa dan siswi di Singkil yang bukan Islam secara akademik sulit berprestasi dan mendapat ranking, karena nilai rata-rata di rapot adalah 6 dari kelima mata pelajaran itu,” tutur Kevin yang aktif di muda-mudi gereja di Aceh Singkil.

Anak-anak ikut ibadah Natal (25/12/2020) di GKPPD Mandumpang, Aceh Singkil, dalam bangunan gereja darurat (Dok.: Muda-mudi GKPPD Aceh Singkil)

Sulit berharap pada pemerintah daerah

Hingga hari ini siswa-siswi Kristen Aceh Singkil, sambung Kevin, belum mendapatkan guru pelajaran agama Kristen dan pelajaran seputar kekristenan.

Jika di daerah Indonesia lainnya menyiasati kesulitan itu dengan menyerahkan pelajaran agama Kristen, guru, dan penilainnya kepada gereja tempat anak didik beribadah, Ketua Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) Boas Tumangger menegaskan bahwa hal tersebut tidak dilakukan di wilayahnya.

“Sampai saat ini tak satu sekolah pun di Singkil yang menyediakan pelajaran agama Kristen dan gurunya, meskipun di beberapa sekolah ada yang siswa-siswinya mayoritas Kristen,” ungkap Boas lewat pesan Whatsapp (4/1).

Ayah dari lima anak ini berharap sekali kepada pemerintah pusat agar memberi perhatian serius kepada Aceh Singkil, lantaran pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten, tidak merespon aspirasi atau tuntutan warga beragama Kristen yang menurut Boas mencapai 18.000 jiwa. Sejak 13 Oktober 2015 ketika 11 gereja Aceh Singkil diserang, dibakar, dan dibongkar hak-hak dan kebebasan warga Kristen dalam beragama semakin tertekan dan tertindas, termasuk pendidikannya.

“Harapan saya, kiranya Menteri Agama yang baru ini betul-betul memperhatikan dunia pendidikan di Aceh Singkil, sehingga anak didik beragama Kristen bisa mendapatkan pendidikan agamanya di sini,” pinta ayah yang kelima anaknya sedang menempuh pendidikan SD, SMP, SMA, dan SMK ini.

Salah satu peserta didik beragama Kristen yang mendapat nilai dengan angka yang minimal (75) pada mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

Sejatinya 6 bulan setelah penyerangan terhadap gereja-gereja Aceh Singkil, Dita dari jemaat Huria Kristen Indonesia (HKI) menyampaikan hal serupa.

“Dari SD sampai SMA semua peserta didik yang beragama Kristen diwajibkan ikut pelajaran agama Islam,” tuturnya 2016 (23/3) lalu.

Fakta ini dilaporkan Sejuk.org dalam artikel berjudul Kado Paskah dari Aceh untuk Anies Baswedan. Sejak laporan ini ramai menjadi perbincangan publik, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan turun ke Aceh Singkil untuk merespon. Sejak itu, konon, di beberapa sekolah menyerahkan pelajaran agama Kristen dan nilai siswa-siswi ke gerejanya masing-masing.

Padahal, dari 11 yang diserang dan dihancurkan, kini 7 gereja yang beroperasi dengan bangunan darurat, terbuka, beratap rumbia maupun seng di tengah-tengah perkebunan sawit. Sehingga, tidak mudah buat anak-anak menjalankan sekolah Minggu agar mendapat pelajaran agama dari gerejanya. Pasalnya, banyak nyamuk yang menyerang.

Karena itu, Boas sangat berharap Menteri Agama yang baru Yaqut Cholil atau Gus Yaqut mendengar jeritan para jemaat gereja-gereja Aceh Singkil. Ketua Forcidas ini menunggu hati Menteri Agama tergerak dan campur tangan untuk menghentikan diskriminasi panjang dan sangat melelahkan bagi para jemaat, sehingga Gus Yaqut benar-benar menjadi menterinya seluruh agama di Indonesia.

Anak-anak dalam ibadah Natal (25/12/2020) di GKPPD Siatas, Aceh Singkil (Dok.: Muda-mudi GKPPD Aceh Singkil)

Bukan tanpa upaya dari gereja  

Dari pengakuan Kevin Padang dan Boas Tumangger, nyaris tidak ada yang berubah dalam dunia pendidikan Aceh Singkil. Suka ataupun tidak, anak didik beragama Kristen kalau ingin naik kelas dan lulus sekolah harus mendapat nilai pelajaran-pelajaran bernuansa Islam.

Sementara pendeta GKPPD Erde Berutu turut membenarkan kenyataan tersebut seraya mengingat upaya-upaya yang telah ditempuh warga Kristen yang tetap diabaikan pemerintah daerah. Ia menyaksikan sampai hari ini situasi pendidikan Aceh Singkil hampir tak ada perubahan.

“Meskipun masa-masa sebelum pemekaran Aceh Singkil 1999 umat Kristen menuntut kementerian agama kabupaten memberikan satu bagian untuk Kristen di dinas tersebut supaya dapat menyelenggarakan pendidikan dan kurikulum agama Kristen serta menyediakan gurunya di sekolah-sekolah Aceh Singkil, tapi pemerintah selalu berdalih akan dikoordinasikan ke tingkat yang lebih tinggi,” ujar Erde Berutu.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil dari Partai Kebangkitan Bangsa Frida Siska Sihombing mengakui belum mendengar diskriminasi di dunia pendidikan yang dialami siswa-siswi di wilayahnya.

“Saya baru dengar keluhan di pendidikan Aceh Singkil yang dialami Kevin dan siswa-siswi yang beragama Kristen. Nanti saya cek dan mari sama-sama untuk melakukan perbaikan Aceh Singkil,” kata Frida (26/12) menegaskan komitmen untuk membangun toleransi di Singkil.[]    

Tags: #Aceh#AcehSingkil#Diskriminasi#GKPPD
Previous Post

Anak Muda Suarakan Keberagaman di Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur

Next Post

Orang Muda Mesti Rawat Kebinekaan di Era Pandemi

Thowik SEJUK

Thowik SEJUK

Related Posts

Ahmadiyah

Global Peace Foundation Indonesia Gelar Peace! Project: Membangun Harmoni dalam Keberagaman

21/05/2025
Diskriminasi Beragama Kian Mencemaskan, Elemen Masyarakat Sipil Menggelar Konsolidasi Kebebasan Beragama di Provinsi Riau

Diskriminasi Beragama Kian Mencemaskan, Elemen Masyarakat Sipil Menggelar Konsolidasi Kebebasan Beragama di Provinsi Riau

17/11/2024
Masyarakat Adat, Pemimpin Agama, Akademisi, dan Media Bersama Atasi Perubahan Iklim

Masyarakat Adat, Pemimpin Agama, Akademisi, dan Media Bersama Atasi Perubahan Iklim

24/10/2024
Ilustrasi Istimewa

Raja Najasyi: Pemimpin tanpa Hegemoni

09/10/2024
Next Post
Orang Muda Mesti Rawat Kebinekaan di Era Pandemi

Orang Muda Mesti Rawat Kebinekaan di Era Pandemi

Please login to join discussion

Terpopuler

  • “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    “Mama, Aku Lesbian dan Aku tetap Putrimu”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Gereja Pertama di Indonesia yang Menerima LGBT dengan Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gereja Ortodoks Rusia di Indonesia: Menjumpa dan Menyapa yang Berbeda dengan Cinta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Elisheva Wiriaatmadja, Contoh Penganut Judaisme yang Terbuka di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dewi Kanti Rela Tak Punya Akta Nikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Tentang Kami

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) didirikan tahun 2008 oleh para jurnalis dari berbagai media mainstream, aktivis hak asasi manusia (HAM), dialog antar-iman dan penulis.

Hubungi Kami

Kontak

Karir

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter
  • TikTok
  • YouTube

Community Guidelines

Kontributor

Pedoman Media Siber

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

No Result
View All Result
  • Isu
    • Agama
    • Disabilitas
    • Gender dan Seksual
    • Etnis
  • Liputan Kolaborasi
    • 2023
    • 2022
    • 2021
    • <2020
  • Panduan Jurnalis
  • Kontributor
  • English
  • Agenda
  • Galeri

© 2020 Serikat Jurnalis untuk Keberagaman

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In