Kelompok-kelompok marginal di Lampung 10 tahun terakhir masih menghadapi berbagai ancaman dan kekerasan. Intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan berbasis etnis, agama atau keyakinan, dan gender belum tampak berakhir.
Kerusuhan Lampung 2012 yang berbasis etnis menewaskan 14 orang, ratusan rumah rusak bahkan tak sedikit yang hancur, dan puluhan kendaraan bermotor ringsek. Kalangan minoritas agama juga kesulitan mendapat izin mendirikan rumah ibadah seperti dialami GBI Pesisir Barat (2019) dan dilarang menjalankan ibadah Natal sebagaimana menimpa GPI Tulang Bawang (2021).
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung mencatat, kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2021 terdapat 645 kasus dan khusus Januari 2022 saja sudah sampai 45 kasus. Bandar Lampung menjadi daerah yang paling banyak menyumbang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Empat ribuan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang tersebar di 15 kabupaten atau kota di Provinsi Lampung masih menghadapi stigma, termasuk oleh media.
Tak dipungkiri, di era revolusi digital warga dan komunitas marginal semakin rentan terhadap berbagai bentuk ancaman dan kriminalisasi, karena rendahnya rasa hormat masyarakat terhadap kelompok yang berbeda.
Bahkan, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia tidak menjamin pandangan dan sikap menghargai kepada yang berbeda. Fakta tersebut menjadi temuan survei nasioanl opini publik Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Mei 2022. Survei SMRC menunjukkan: pendidikan tidak menyumbang toleransi.
Pendiri SMRC Saiful Mujani menjelaskan, asumsi media sosial menjadi sarana untuk orang lebih terbuka terhadap keberagaman, pada kenyataannya tidak demikian.
Media bukan ruang aman?
“Internet kurang memberikan pendidikan toleransi, justru menjadi ruang pembentukan kebencian,” ungkap Saiful mengacu data SMRC.
Data SMRC ini juga menyebutkan: semakin terdidik, berusia muda, aktif mengakses internet dan media sosial, tidak membuat mereka toleran.
Akibatnya, kelompok rentan di media sosial menjadi bulan-bulanan. Mereka adalah sasaran perundungan warganet. Data ‘Hootsuite (We are Social): Indonesian Digital Report- February 2022’ melaporkan 191,4 juta dari 277,7 juta penduduk di Indonesia aktif menggunakan media sosial. Intimidasi, kekerasan digital, sampai kriminalisasi mengintai komunitas marginal.
Yang turut mencemaskan, pemberitaan-pemberitaan media di daerah tidak sensitif dan cenderung menyudutkan kelompok korban dan minoritas. Pembuatan judul clickbait, penggunaan diksi yang sensasional, pemilihan narasumber yang provokatif, dan tone pemberitaan yang menyuburkan stigma terhadap kelompok minoritas menjadi dosa-dosa media.
Mengacu analisis konten pemberitaan yang dilakukan Remotivi yang bekerja sama dengan Intrernational Media Support (IMS) terhadap media daring dan televisi (Komunitas Agama Marginal dalam Media di Indonesia: Sebuah Kajian Awal, 2021) maupun riset UNTAR-SEJUK-Kemenristekdikti (2017-2019), keduanya sama-sama menyimpulkan bahwa liputan isu keberagaman tidak banyak mewakili suara-suara kelompok rentan.
Media lebih memberi tempat bagi narasumber elit seperti para pejabat, aparat, dan tokoh agama yang mewakili organisasi-organisasi keagamaan dari kelompok mayoritas. Pemberitaan media siber dalam isu keberagaman cenderung menjadikan kelompok minoritas sebagai objek, dengan mengedepankan sensasi.
Undangan workshop jurnalisme keberagaman
Terhadap situasi keberagaman yang mencemaskan tersebut Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) bekerja sama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan HAM RI berkepentingan melibatkan kalangan pers mahasiswa dari wilayah Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu untuk mengembangkan jurnalisme keberagaman dalam workshop.
Palembang dan Bengkulu juga mempunyai tantangan serupa dengan Lampung dalam pengelolaan pendirian ruamah ibadah yang cenderung diskriminatif terhadap minoritas agama dan kasus-kasus kekerasan seksual atau kekerasan terhadap perempuan yang meningkat. Melalui workshop jurnalisme keberagaman ini diharapkan mampu mendorong orang muda untuk membangun iklim bermedia yang ramah bagi kelompok minoritas.
Nama Kegiatan
Workshop Mengembangkan Jurnalisme Keberagaman sebagai Ruang Aman bagi Kelompok Rentan di Lampung dan Sekitarnya
Tujuan
Membangun dan mengembangkan jurnalisme keberagaman yang mendorong semangat toleransi dan inklusi di kalangan jurnalis kampus di wilayah Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu.
Capaian
- Tumbuhnya kesadaran kalangan jurnalis kampus tentang pentingnya media dalam mendorong penghargaan terhadap hak-hak kelompok marginal melalui peran edukasi dan watchdog (advokasi);
- Tergambar pola maupun peta media dan pers mahasiswa di Lampung, Sulawesi Selatan dan Bengkulu dalam memberitakan isu keberagaman;
- Terumuskan pengembangan ruang aman dan jaringan yang menghubungkan jurnalis kampus dengan kelompok rentan dalam mendorong kebinekaan, prinsip toleransi, dan semangat inklusi di Lampung, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu;
- Terkonsolidasi jaringan pers mahasiswa dalam mengembangkan jurnalisme keberagaman di Lampung, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu;
Tempat dan Waktu
Waktu penyelenggaraan: 16-19 September 2022
Lokasi workshop di Lampung dan tempat kegiatan akan diinformasikan kepada peserta terpilih secara langsung.
Cara dan Ketentuan Mendaftar
Untuk bergabung dalam workshop, sila perhatikan langkah-langkah berikut:
- Penyelenggaraan workshop: 16-19 September 2022
- Pendaftaran dikirim ke: bit.ly/SEJUKPERSMALAMPUNG2022
- Pendaftaran paling akhir dikirim 7 September 2022, pkl. 24.00
- Peserta-peserta terseleksi diumumkan 10 September 2022 di IG: @kabarsejuk, Twitter: @KabarSEJUK, dan FB: Sejuk
- 20 peserta mahasiswa terpilih adalah pers mahasiswa atau yang aktif di dunia jurnalistik kampus harus mengikuti seluruh rangkaian workshop sebagai syarat mendapat sertifikat
Kepesertaan
Yang terlibat dalam kegiatan ini adalah jurnalis kampus dari wilayah Lampung, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu. Jumlah peserta yang tergabung dalam workshop ini 20 orang.
Kepanitiaan
Workshop ini digelar oleh SEJUK dan UKPM Teknokra Universitas Lampung bekerja sama dengan Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan HAM RI.
Panitia menanggung transportasi dan akomodasi peserta workshop.
Demikian undangan sekaligus kerangka acuan Workshop Mengembangkan Jurnalisme Keberagaman sebagai Ruang Aman bagi Kelompok Rentan ini kami sampaikan. Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 18 Agustus 2022
Hormat kami,
Ahmad Junaidi
Direktur SEJUK